“YESUS SEBAGAI PENGGENAP TEMPAT IBADAH”
TEMPAT IBADAH BANGSA ISRAEL
INJIL YOHANES: YESUS SEBAGAI PENGGENAP
Di dalam menunjukkan Yesus sebagai penggenap tempat ibadah Perjanjian Lama, ada empat teks kunci yang digunakan Yohanes di dalam Injilnya. Teks pertama sampai dengan keempat telah diuraikan dalam tulisan terdahulu.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
1.Yohanes menunjukkan dalam Injilnya bahwa konsep tempat ibadah bangsa Israel telah menemukan penggenapannya di dalam diri Yesus: Yesus adalah Sang Tabernakel sejati (Yohanes 1:14), Betel sejati (Yohanes 1:51), dan Bait Allah sejati (Yohanes 2:19-21). Melalui penggenapan ini, Yesus membawa babak baru dalam konsep ibadah alkitabiah. Nilai legalitas ibadah tidak lagi ditentukan berdasarkan tempat di mana seseorang menyembah seperti yang diyakini bangsa Israel dan dipertanyakan seorang perempuan Samaria dalam Yohanes 4.
2.Allah adalah roh yang tidak dibatasi oleh tempat, oleh sebab itu penyembahan kepada-Nya juga seharusnya tidak dibatasi oleh batas-batas spasial, seolah tempat yang satu lebih kudus daripada tempat yang lain. Sebaliknya, nilai sebuah ibadah ditentukan dari bagaimana orang itu menyembah: apakah ia menyembah dengan berfokus pada Allah yang dikenal melalui Yesus atau tidak? Ibadah baru memiliki nilai ketika ibadah tersebut berfokus pada Yesus, Sang Kebenaran Allah.
3.Mengingat tujuan besar Injil Yohanes yang bersifat misional (band. Yohanes 20:30-31), bagi pembaca pertama Injil Yohanes, penggenapan ini nampaknya menjadi salah satu bagian dari upaya besar Yohanes mempersuasi orang-orang non-Kristen dengan berita bahwa orangorang Kristenlah penerus ibadah yang sejati yang dimulai Allah sejak jaman Perjanjian Lama.
4 Dari pembahasan ini, setidaknya ada empat implikasi yang bisa direnungkan bagi kekristenan kontemporer
Dari pembahasan ini, setidaknya ada empat implikasi yang bisa direnungkan bagi kekristenan kontemporer:
4.1. Karena menyembah dalam roh dan kebenaran berbicara tentang penyembahan yang tanpa batas dan berfokus pada Yesus, maka pandangan kelompok Pentakosta-Karismatik yang mengaitkan frasa ini sebagai dukungan bagi pola ibadah dengan berbahasa roh atau bentuk-bentuk ― ekstase roh‖ lainnya jelas tidak mendapat dukungan dari teks ini.
4.2. Kegiatan kelompok Kristen tertentu yang mengadakan baptis ulang, pemberkatan nikah ulang ataupun ibadah khusus dalam ziarah iman di tanah Israel pada dasarnya bukan sikap yang alkitabiah. Sikap tersebut mengesankan seolah ritual di tanah Israel lebih bernilai dan diperkenan Tuhan ketimbang ritual ibadah di gereja lokal. Dengan kata lain, sikap demikian pada dasarnya menyangkali penggenapan Yesus terhadap konsep tempat ibadah Perjanjian Lama.
4.3. Perlukah tempat ibadah fisik? Tentu saja, sebab orang-orang Kristen sendiri masih terikat pada batas-batas ruang. Namun demikian, orang-orang Kristen perlu berhati-hati terhadap pengultusan tempat atau ruangan tertentu. Seolah ibadah di tempat tertentu lebih suci dan berkenan kepada Allah dibanding tempat lainnya. Sekali lagi, nilai ibadah yang sejati tidak lagi terletak pada ―di mana‖ tetapi pada ―bagaimana.‖
4.4. Karena nilai ibadah terletak pada fokusnya, maka seharusnya gereja menjadikan semua elemen kegerejaan sebagai penolong jemaat berfokus pada Yesus. Meskipun ibadah bukanlah upacara kaku, tetapi ibadah juga bukan wahana entertainment jemaat. Karena itu, gereja tidak seharusnya berfokus pada kepuasan jemaat, tetapi bagaimana menolong jemaat berfokus pada Yesus dan mengalami kasih-Nya melalui tiap-tiap ibadah yang diselenggarakan. Ibadah hanya bernilai bila fokus ibadah ialah Yesus. Maka, sebuah ibadah tanpa Yesus, semegah dan semeriah serta sehebat apapun, tetap tidak ada nilainya.
SUMBER:
http://sttaletheia.ac.id/wp-content/uploads/2016/04/Yesus-Sebagai-Penggenap-Tempat-Ibadah-dalam-Injil-Yohanes_Stefanus-Kristianto.pdf