YESUS: YUDAISME DAN KEKRISTENAN

Dua Sudut Pandang: Yesus dalam Yudaisme dan Kekristenan

Yesus Kristus, tokoh sentral Kekristenan, adalah figur yang berasal dari akar Yahudi, namun pandangannya dalam Yudaisme dan Kekristenan berpisah secara radikal. Kontras ini membentuk perbedaan teologis terbesar di dunia.

Yesus dalam Kekristenan

Bagi umat Kristen, Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan (Kristus berarti ‘Yang Diurapi’). Ia adalah Putra Allah yang menjelma, Juru Selamat umat manusia, dan bagian dari Tritunggal Mahakudus. Pandangan Kristen, yang dirumuskan melalui Konsili Nicea, berpusat pada kematian-Nya sebagai tebusan dosa dan kebangkitan-Nya yang memastikan keselamatan. Oleh karena itu, bagi pengikutnya, Yesus adalah fokus ibadah, satu-satunya Pengantara (1  Tim  2:5), dan pemenuhan mutlak dari Taurat (Matius 5:17).

Yesus dalam Yudaisme

Yudaisme, yang merupakan latar belakang keagamaan Yesus sendiri, memiliki pandangan yang sangat berbeda. Yudaisme secara tegas menolak klaim keilahian Yesus dan status-Nya sebagai Mesias. Dalam tradisi Rabbinik, Mesias yang sejati harus membawa perdamaian universal, membangun kembali Bait Allah di Yerusalem, dan mengumpulkan semua orang Yahudi yang tersebar—hal-hal yang belum terjadi.

Oleh karena itu, Yesus umumnya dianggap sebagai salah satu dari banyak mesias palsu dalam sejarah Yahudi. Ajaran-Nya, meskipun kadang diakui memiliki nilai etika, dipandang telah mengubah konsep fundamental Yudaisme, seperti penolakan terhadap monoteisme murni dengan memperkenalkan ide ketuhanan manusia.

Singkatnya, bagi Kekristenan, Yesus adalah Tuhan dan Penebus, pusat dari iman. Sementara bagi Yudaisme, Yesus adalah tokoh sejarah kontroversial yang keyakinan teologis-Nya (terutama klaim ketuhanan) tidak konsisten dengan Taurat. Perbedaan pandangan ini tetap menjadi jurang pemisah fundamental antara kedua agama tersebut.