Analisis Reinterpretatif Kisah Para Rasul 2:1-13
Harls Evan R. Siahaan Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta evandavidsiahaan@gmail.com
https://sttberea.ac.id › article › download › pdf
Bahasa Roh: Spiritualitas Perikoresis
1.Penggunaan istilah perikoresis dalam teologi Kristen senantiasa terkait dengan dua doktrin yang sangat penting, yakni Trinitas dan Kristologi. Istilah itu menjelaskan tentang kesatuan pribadi Allah dalam Trinitas, dan kesatuan kemanusiaan dan keilahian Kristus. Istilah perikoresis, menurut Randall E. Otto, berasal dari konsep tentang pencampuran (mixture) dalam filsafat Stoa, yang diartikan sebagai sebuah interpenetrasi yang mutual dan sempurna.
2.Barulah di kemudian hari, Gregorius Nazianzus, diikuti Maximus Sang Pengaku Iman (the Confessor), Pseudo-Cyrilus Aleksandria, dan Yohanes Damaskus, menggunakan istilah perikoresis secara teologis. 15 Istilah tersebut terkait dengan kata kerja περιχωρέω (perikhōreō), merupakan gabungan dua kata; peri (di sekitar, sekeliling, samping, seputar) dan khōreō (bergerak), yang secara sederhana berarti: bergerak di/ke sekeliling, atau bergerak memutari (rotasi). 16 Ini adalah sebuah gerak dinamis yang saling mengait antara satu dengan yang lainnya, tanpa pernah terlepas atau terputus. Kata kerja khōreō juga secara langsung berkaitan dengan kata benda χώρα (khōra) yang berarti ruang, tempat. 17 Gerak memutar atau mengelilingi itu adalah tentang gerak yang saling memasuki atau mengisi ruang di antara masing-masing pribadi.
3.Bagaimana mengaitkan perikoresis dengan bahasa roh? Tentunya ini bukanlah tentang “mengaitkan”, karena perikoresis merupakan prinsip relasi atau persekutuan Allah Trinitas, yang ketika Kisah Para Rasul menampilkan Pribadi Roh yang berkarya, berarti persekutuan yang tidak terpisahkan itu juga menghadirkan Bapa dan Yesus. Bukan juga sesederhana melihat bahasa roh sebagai karya Roh, dan Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang terikat dalam prinsip persekutuan perikoresis, maka bahasa roh memiliki keterkaitan dengan perikoresis. Bahasa itu sendiri yang merefleksikan spiritualitas perikoresis, tentang bagaimana prinsip kebersatuan tiga pribadi Allah diterapkan pada kehidupan sosial, seperti yang diusung Jürgen Moltmann. 18 Ini bukan tentang relasi partisipatif manusia yang adalah ciptaan dengan Allah, seperti yang dipertanyakan Adiprasetya mengenai konsep perikoresis Moltmann dan Leonardo Boff.19 Prinsip persekutuan interpersonal, relasi interpenetrasi yang memberi dan mengisi ruang (khōra), serta kebersatuan (kesatuan) dalam perikoresis Trinitarian inilah yang digunakan untuk menjelaskan spiritualitas perikoresis dalam bahasa roh.
4.Bahasa yang diucapkan oleh 120 orang yang tersisa dari pengikut Yesus itu telah menarik perhatian banyak orang Yahudi diaspora yang pada saat bersamaan sedang berkumpul merayakan hari Pentakosta di Yerusalem. Orang-orang Yahudi diaspora mengidentifikasi bahasa yang mereka dengar sebagai dialek daerah asal mereka masing-masing (Kis. 2:9-11), sehingga mereka memahaminya. Bahasa roh bukan titik akhir dalam peristiwa baptisan Roh Kudus, seolah menjadi legalitas bahwa seorang telah dipenuhi Roh Kudus. Sebaliknya, bahasa roh menjadi titik awal (arkhē) merefleksikan spiritualitas perikoresis yang direfleksikan melalui kehidupan jemaat mula-mula.