Lebih dari Sekadar “Tidak Percaya”: Memahami Aliran Ideologis Ateis, Pemikir Bebas, dan Humanis
PENDAHULUAN
1.Ketika kita membahas kelompok-kelompok non-agama, sering kali kita menggunakan istilah Ateis sebagai kategori tunggal. Namun, seperti halnya agama-agama besar memiliki denominasi, komunitas non-agama juga memiliki spektrum ideologis dan organisasi yang terpecah dan bergabung seiring waktu. Channel YouTube UsefulCharts dalam video “Atheist ‘Denominations’ Explained” menyajikan silsilah organisasi yang memetakan perkembangan pemikiran ini, mulai dari Abad Pencerahan hingga era modern.
2.Istilah “denominasi” di sini digunakan secara longgar, namun sangat membantu untuk memahami bagaimana pandangan dunia yang berakar pada non-agama telah memisahkan diri berdasarkan penekanan filosofis yang berbeda. Video tersebut menggarisbawahi tiga pilar utama yang seringkali tumpang tindih namun memiliki fokus berbeda:
I.PENGELOMPOKKAN
1.Ateis (Atheist): Fokus pada Ontologi. Istilah ini berpusat pada pertanyaan mengenai apa yang ada dan apa yang tidak. Bagi sebagian besar Ateis Barat, pandangan ini berpegangan teguh bahwa tidak ada hal supranatural. Alam semesta adalah swasembada (self-existing) dan segala sesuatu yang ada adalah bagian dari dunia alami.
2.Pemikir Bebas (Freethinker): Fokus pada Epistemologi. Pemikir Bebas menempatkan fokus pada bagaimana kita memperoleh pengetahuan. Mereka menolak klaim yang sepenuhnya didasarkan pada tradisi, kitab suci, atau wahyu ilahi, dan sebaliknya mengadvokasi sains dan akal sebagai alat terbaik untuk mencapai pengetahuan yang dapat diandalkan.
3.Humanis (Humanist): Fokus pada Etika. Humanis berpendapat bahwa manusia dapat menjadi baik tanpa Tuhan. Mereka menganjurkan agar kita semua bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bukan karena perintah ilahi, melainkan karena hal itu bermanfaat bagi kemanusiaan itu sendiri.
Pada dasarnya, di abad ke-21, seseorang yang menyebut dirinya Ateis kemungkinan besar juga memegang pandangan Pemikir Bebas dan Humanis, meskipun mereka hanya menggunakan satu istilah.
II.Dari Pencerahan ke Abad Keemasan
Akar gerakan ini ditelusuri kembali ke Abad Pencerahan (sekitar 1650-1800), periode di mana banyak filsuf dan ilmuwan mulai mempertanyakan otoritas agama. Awalnya, sebagian besar adalah Deis (Deist)—mereka yang percaya Tuhan menciptakan alam semesta tetapi tidak lagi campur tangan—tetapi seiring dengan tumbuhnya kebebasan beragama, keyakinan pada Pencipta pun mulai memudar.
Gerakan Pemikir Bebas mencapai puncaknya antara 1859 (publikasi The Origin of Species oleh Charles Darwin) dan 1914, yang dikenal sebagai Abad Keemasan Pemikiran Bebas. Organisasi seperti National Secular Society (Inggris) didirikan, dengan istilah sekuler dipilih karena kata ateis saat itu masih memiliki konotasi negatif. Di Amerika, American Secular Union menonjol, dipimpin oleh Robert G. Ingersoll, yang dikenal sebagai The Great Agnostic—sebutan yang mengacu pada Agnostisisme yang dipopulerkan oleh Thomas Huxley untuk mereka yang tidak memiliki dasar ilmiah untuk “mengetahui” keberadaan Tuhan.
III.Evolusi Humanisme dan Manifestonya
Paralel dengan Pemikir Bebas, muncul Gerakan Etis yang didirikan oleh Felix Adler. Gerakan ini berusaha menciptakan “agama baru” yang berfokus pada “perbuatan, bukan keyakinan” dan menjadi fondasi Humanisme modern.
Pada tahun 1933, Humanist Manifesto I diterbitkan oleh The Humanist Fellowship (yang kemudian menjadi American Humanist Association), yang masih menggunakan bahasa berorientasi agama, sebagian besar ditandatangani oleh pendeta Unitarian. Perubahan signifikan terjadi dengan Humanist Manifesto II pada tahun 1973. Semua bahasa keagamaan dihilangkan, dan manifesto ini menarik dukungan dari berbagai intelektual terkemuka, termasuk peraih Nobel DNA Francis Crick dan penulis fiksi ilmiah Isaac Asimov. Ini mengukuhkan Humanisme sebagai pandangan dunia sekuler yang terpisah dari lembaga keagamaan.
IV.Gelombang Baru dan Kontroversi
1.Baru pada tahun 1963, organisasi seperti American Atheists didirikan oleh Madalyn Murray O’Hair, yang berani menggunakan label ateis secara eksplisit. Puncaknya adalah gerakan Ateis Baru pada awal tahun 2000-an, didorong oleh “Empat Penunggang Kuda” (The Four Horsemen): Richard Dawkins, Sam Harris, Christopher Hitchens, dan Daniel Dennett. Termotivasi oleh peristiwa seperti 9/11, gerakan ini menandai pergeseran suasana hati—dari sekadar meminta hak yang sama menjadi melakukan serangan langsung terhadap agama dan menyebarkan ide-ide ateistik secara “evangelis.”
2.Dalam struktur organisasi modern, Pemikir Bebas kini banyak diwakili oleh gerakan Skeptis—mereka yang menantang klaim paranormal dan supranatural dengan sains dan akal, seperti Center for Inquiry.
3.Menariknya, bahkan kelompok seperti Satanis pun masuk dalam silsilah ini. Sebagian besar organisasi Satanis, seperti The Church of Satan dan The Satanic Temple, adalah Ateis teistik; mereka tidak percaya pada Setan literal. Sebaliknya, mereka menggunakan citra Setan sebagai simbol untuk mengkritik agama arus utama dan menempatkan fokus pada pemberdayaan diri manusia.
PENUTUP
Kesimpulannya, silsilah organisasi non-agama mengungkapkan bahwa masalah dan konflik ideologis—perpecahan kepemimpinan, kontroversi, dan perselisihan filosofis—adalah bagian inheren dari upaya manusia untuk berserikat, terlepas dari apakah serikat tersebut didasarkan pada iman atau tidak. Komunitas non-agama memiliki keragaman dan sejarah yang kompleks, jauh melampaui pelabelan tunggal.