Ketika Akal Bertemu Iman: Dialog dengan Pencari Kebenaran
Kepada saudara-saudari yang mencari kebenaran dengan kejujuran intelektual—baik ateis, freethinker, maupun humanis—saya menghormati keberanian Anda mempertanyakan segala sesuatu. Pertanyaan adalah awal dari pencarian, dan pencarian adalah tanda jiwa yang hidup.
Bukan Tentang Pembuktian Laboratorium
Iman Kristen tidak menawarkan Tuhan yang bisa dikurung dalam tabung reaksi. Tetapi pernahkah akal budi membuktikan cinta ibu kepada anaknya? Atau keindahan matahari terbenam? Beberapa realitas terdalam dalam hidup justru tidak terukur secara empiris, namun nyata mengubah kita.
Kristus: Bukan Sekadar Filsafat
Yang membedakan kekristenan dari sistem pemikiran lain bukanlah doktrin abstrak, melainkan pribadi Yesus Kristus yang masuk ke dalam sejarah nyata. Ia bukan hanya mengajarkan kasih—Ia mengasih sampai mati. Bukan hanya bicara keadilan—Ia membela yang lemah dengan nyata. Bukan hanya konsep tentang pengorbanan—Ia sendiri yang tersalib.
Humanisme Sejati Berakar pada Sang Pencipta
Anda menghargai nilai-nilai kemanusiaan? Kekristenan mengajarkan bahwa setiap manusia berharga karena dicipta segambar dengan Allah. Inilah fondasi tertinggi bagi martabat manusia—bukan karena evolusi atau kesepakatan sosial, tetapi karena identitas ilahi yang tak dapat dicabut siapapun.
Undangan untuk Mengalami
Saya tidak meminta Anda meninggalkan akal budi. Justru Alkitab berkata, “Marilah, baiklah kita beperkara” (Yesaya 1:18). Yesus sendiri mengundang, “Datang dan lihatlah” (Yohanes 1:39). Bukan indoktrinasi buta, tetapi pengalaman personal dengan Pribadi yang hidup.
Pertanyaan Anda sah. Keraguan Anda wajar. Tetapi jangan biarkan skeptisisme menutup pintu pada kemungkinan bahwa di balik alam semesta yang teratur ini, ada Kasih yang personal, yang mengenal nama Anda, dan telah merindukan Anda sejak sebelum dunia dijadikan.
“Carilah, maka kamu akan mendapat.” (Matius 7:7)