DUA LENSA MELIHAT KEGELISAAN MANUSIA

Esai ketiga ini  membandingkan masalah dosa dalam ajaran Kristen dengan kecemasan dan keputusasaan dalam filsafat eksistensialis Kierkegaard.

Dua Lensa Melihat Kegelisahan Manusia: Dosa versus Kecemasan Eksistensial

Ketika kita merenungkan akar masalah manusia, dua perspektif kuat muncul dengan titik tolak yang berbeda namun seringkali bertemu di persimpangan kebutuhan akan penebusan. Ajaran Kristen menunjuk pada dosa sebagai pusat dari segala penderitaan, sementara filsafat eksistensialis Søren Kierkegaard menyoroti kecemasan (Angst) dan keputusasaan (despair) sebagai masalah pokok eksistensi. Memahami perbedaan fokus ini membuka wawasan tentang cara pandang yang berbeda terhadap kondisi manusia dan solusinya.

 

I.Dosa sebagai Akar Masalah dalam Ajaran Kristen

1.Dalam ajaran Kristen yang fundamental, dosa adalah inti dari permasalahan manusia. Dosa dipahami sebagai pemberontakan terhadap Allah, sebuah pelanggaran terhadap kehendak dan hukum-Nya yang kudus. Ini bukan sekadar kesalahan moral atau kekurangan etika, tetapi sebuah kondisi mendalam yang memisahkan manusia dari Penciptanya. Akibat dosa, manusia berada dalam keadaan terpisah dari Allah, teralienasi dari tujuan keberadaannya, dan berada di bawah ancaman hukuman ilahi.

2.Ajaran Kristen menekankan bahwa manusia tidak memiliki kemampuan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari dosa dan konsekuensinya melalui upaya atau perbuatan baik. Ini adalah masalah mendalam yang melampaui kekuatan manusia untuk mengatasinya sendiri. Namun, dalam kasih-Nya yang tak terbatas, Allah telah menyediakan jalan keselamatan melalui Yesus Kristus. Kematian dan kebangkitan Kristus dipandang sebagai penebusan dosa, yang memungkinkan rekonsiliasi antara manusia yang berdosa dan Allah yang kudus. Oleh karena itu, masalah pokok bagi ajaran Kristen adalah bahwa meskipun jalan keselamatan telah disediakan, banyak orang tidak memanfaatkannya melalui iman dan pertobatan, sehingga tetap berada dalam kondisi dosa dan karena itu, terancam oleh hukuman Tuhan.

 

II.Kecemasan dan Keputusasaan sebagai Masalah Pokok dalam Filsafat Kierkegaard

1.Berbeda dengan fokus langsung pada doktrin dosa, Kierkegaard, sebagai seorang filsuf eksistensialis, mendekati masalah eksistensi manusia dari sudut pandang pengalaman subjektif. Baginya, masalah pokok tidak dimulai dari definisi teologis tentang dosa secara langsung, melainkan dari fenomena pengalaman manusia yang mendalam: kecemasan (Angst) dan keputusasaan (despair). Ia melihat kedua pengalaman ini sebagai penanda bahwa ada sesuatu yang fundamental tidak beres dalam cara manusia menjalani hidup.

2.Kecemasan (Angst) bagi Kierkegaard adalah respons terhadap kesadaran akan kebebasan mutlak dan tanggung jawab individu. Manusia dihadapkan pada kemungkinan tak terbatas tentang siapa mereka bisa menjadi dan apa yang bisa mereka lakukan. Beban untuk membuat pilihan-pilihan itu tanpa peta jalan yang jelas menimbulkan kegelisahan mendalam—sebuah “pusingnya kebebasan.” Angst adalah ketakutan tanpa objek yang spesifik, kegelisahan terhadap kemungkinan itu sendiri, yang mendorong manusia untuk menghadapi beban pilihan dan tanggung jawab atas keberadaan mereka.

3.Sementara itu, keputusasaan (despair) adalah “penyakit sampai mati” yang muncul ketika individu mencoba tidak menjadi diri sendiri atau tidak mengakui keberadaan dirinya di hadapan Tuhan. Ini adalah kegagalan untuk menerima identitas unik mereka dengan segala keterbatasan dan kemungkinan yang ada. Keputusasaan bisa bermanifestasi sebagai kelemahan (menolak untuk menjadi diri sendiri dan melarikan diri dari kenyataan) atau perlawanan (terlalu ingin menjadi diri sendiri dengan kekuatan sendiri, menolak ketergantungan pada Tuhan). Dalam kedua bentuknya, keputusasaan adalah ketidakselarasan antara diri yang sesungguhnya dan diri yang ingin kita tampilkan, dan pada akhirnya, kegagalan menempatkan identitas pada fondasi yang kokoh, yaitu dalam hubungan dengan Tuhan.

 

III.Membandingkan Akar dan Solusi

Meskipun titik awal dan terminologi yang digunakan berbeda, ada konvergensi penting antara kedua perspektif ini.

A.Persamaan:

  • 1.Keduanya mengakui adanya masalah fundamental dalam kondisi manusia yang menyebabkan penderitaan dan ketidakutuhan.
  • 2.Keduanya menyoroti kebutuhan manusia akan sesuatu yang melampaui dirinya sendiri untuk menemukan makna dan keutuhan.
  • 3.Keduanya, pada akhirnya, menunjuk pada iman sebagai jalan keluar dari kondisi bermasalah tersebut.

 

B.Perbedaan Fokus:

  • 1.Ajaran Kristen memulai dari otoritas ilahi dan wahyu (Alkitab) yang mendefinisikan dosa sebagai pemberontakan terhadap Allah. Masalahnya adalah moral dan relasional secara vertikal (manusia dengan Tuhan). Solusinya adalah anugerah Allah melalui pengorbanan Kristus yang diterima dengan iman.
  • 2.Kierkegaard memulai dari fenomenologi pengalaman manusia yang subjektif. Ia melihat Angst dan keputusasaan sebagai manifestasi internal dari masalah eksistensial yang lebih dalam, yang pada akhirnya menunjuk pada dosa sebagai kondisi mendasari kegagalan manusia untuk menjadi otentik di hadapan Tuhan. Solusinya adalah lompatan iman yang radikal dan subjektif, sebuah tindakan kehendak yang membawa individu ke dalam hubungan pribadi dengan Tuhan.

 

PENUTUP

Jadi, sementara ajaran Kristen memulai dengan premis dosa universal dan penyediaan keselamatan yang objektif, Kierkegaard mendekati masalah dari “bawah ke atas,” melalui pengalaman interior manusia, untuk menunjukkan bahwa tanpa iman, keberadaan manusia akan selalu dicengkeram oleh kecemasan dan keputusasaan, yang pada intinya adalah manifestasi dari penolakan terhadap diri sejati dan Tuhan. Kedua perspektif ini menawarkan lensa berharga untuk memahami kegelisahan mendalam yang melekat pada kondisi manusia, dan sama-sama mengarahkan kita pada pentingnya hubungan yang benar dengan Yang Ilahi sebagai satu-satunya jalan menuju keutuhan dan otentisitas.