POTENSI SISTIM GLOBALISASI BARU ?

Dengan Tiongkok, BRICS, MEA, dan Uni Eropa

Pertanyaan tentang kemungkinan terbentuknya sistem globalisasi baru yang dipimpin oleh Tiongkok bersama dengan blok-blok ekonomi seperti BRICS, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dan Uni Eropa adalah topik yang sangat relevan dalam lanskap geopolitik dan ekonomi saat ini.

Peran Tiongkok sebagai Pemimpin Potensial
Tiongkok memang memiliki posisi yang strategis untuk memainkan peran lebih besar dalam arsitektur ekonomi global. Dengan inisiatif Belt and Road (BRI), bank investasi infrastruktur seperti AIIB, dan pengaruh ekonominya yang terus bertumbuh, Tiongkok telah menunjukkan ambisi untuk membentuk tatanan ekonomi baru yang mungkin berbeda dari sistem yang didominasi Barat selama ini.

BRICS sebagai Blok Alternatif
BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) telah berupaya menjadi suara alternatif dalam ekonomi global. Dengan New Development Bank dan mekanisme kerja sama lainnya, BRICS memiliki potensi untuk menciptakan struktur keuangan paralel. Ekspansi keanggotaan BRICS yang terus berlangsung juga menunjukkan daya tariknya bagi negara berkembang yang mencari alternatif.

Masyarakat Ekonomi ASEAN
MEA mewakili blok perdagangan regional yang signifikan dengan 10 negara anggota dan populasi gabungan sekitar 650 juta orang. Tiongkok telah membangun hubungan ekonomi yang kuat dengan ASEAN melalui RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) dan berbagai inisiatif bilateral. Meskipun demikian, negara-negara ASEAN tetap berhati-hati untuk menjaga kemandirian mereka dan tidak sepenuhnya beraliansi dengan satu kekuatan besar.

Posisi Uni Eropa
Uni Eropa tetap merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia secara kolektif. Sementara UE telah memperdalam hubungan ekonomi dengan Tiongkok, mereka juga telah menjadi lebih waspada dalam beberapa tahun terakhir, mengklasifikasikan Tiongkok sebagai “mitra kerja sama”, “pesaing ekonomi”, dan “rival sistemik” sekaligus. Uni Eropa cenderung mempertahankan komitmen terhadap nilai-nilai liberal dan sistem berbasis aturan yang telah lama mereka dukung.

Tantangan untuk Sistem Globalisasi Baru
Beberapa tantangan signifikan untuk pembentukan sistem globalisasi baru meliputi:
1. Perbedaan nilai dan sistem politik: Tiongkok, BRICS, ASEAN, dan UE memiliki sistem politik dan nilai-nilai yang sangat beragam, yang dapat mempersulit konsensus.
2. Rivalitas dan ketegangan geopolitik: Persaingan strategis antara anggota BRICS sendiri (seperti India dan Tiongkok) dan dengan negara-negara Barat dapat menghambat kerja sama.
3. Ketergantungan pada sistem yang ada: Sistem keuangan global yang berpusat pada dolar AS masih dominan, dan transisi dari sistem ini akan memerlukan waktu dan menimbulkan risiko.
4. Perbedaan kepentingan ekonomi: Kepentingan ekonomi yang berbeda antara negara eksportir dan importir, negara maju dan berkembang, dapat mempersulit harmonisasi kebijakan.

Kemungkinan Skenario ke Depan
Alih-alih penggantian total sistem globalisasi yang ada, yang lebih mungkin adalah evolusi bertahap menuju sistem yang lebih multipolar dengan beberapa pusat kekuatan dan pengaruh. Tiongkok mungkin akan meningkatkan pengaruhnya, tetapi harus berkompromi dan bekerja sama dengan blok-blok regional dan negara-negara besar lainnya.

Sistem ini kemungkinan akan mencakup:
• Arsitektur keuangan yang lebih beragam dengan peran yang lebih besar untuk yuan dan mata uang lainnya
• Mekanisme penyelesaian sengketa alternatif untuk perdagangan dan investasi
• Jaringan infrastruktur dan konektivitas baru yang menghubungkan blok-blok ekonomi regional
• Dialog antar-regional yang lebih intensif tentang kebijakan ekonomi global

Kesimpulan
Tiongkok, bersama dengan BRICS, MEA, dan bahkan dengan keterlibatan selektif UE, memang memiliki potensi untuk membentuk elemen-elemen baru dalam sistem globalisasi. Namun, ini kemungkinan akan menjadi proses evolusioner yang panjang daripada pergantian revolusioner. Sistem yang dihasilkan mungkin akan lebih bersifat hibrid, mencerminkan keseimbangan kekuatan dan kepentingan yang berubah di dunia yang semakin multipolar.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa keberhasilan sistem semacam itu akan bergantung pada kemampuannya untuk menangani tantangan global bersama seperti perubahan iklim, ketahanan pandemi, dan ketimpangan, bukan hanya memajukan kepentingan geopolitik satu negara atau blok tertentu.