RAKYAT JELATA (SERI JOKOWI3)

Tulisan dibawah ini adalah  refleksi mengenai Jokowi menjelang akhir masa jabatannya sebagai Presiden. Tulisan ini dibuka dengan topik pertama: Pengkultusan Manusia. Topik kedua: Dari Pemuja Menjadi Pembenci.Topik ketiga: Rakyat Jelata Tetap Mencintai Jokowi. Topik keempat : Member vs Challenger. Topik Kelima Istilah yang lebih Netral. Topik Keenam : Mengapa Jokowi Dikritik? Topik Ketujuh: Opososi dan Pendukung Jokowi

RAKYAT JELATA TETAP MENCINTAI PRESIDEN JOKOWI

PENDAHULUAN

Ada Fenomena yang menarik dikalangan rakyat Indonesia dimana terjadi perbedaan sikap dan pandangan  antara kaum elit dan rakyat jelata terhadap terhadap Presiden Jokowi

Fenomena ini memang menarik, dan ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa intelektual dan kaum elit cenderung berubah dari pengagum menjadi pembenci terhadap Jokowi, sedangkan banyak rakyat jelata tetap mencintainya. Perbedaan antara dua kelompok ini bisa dipengaruhi oleh sejumlah faktor sosial, politik, dan psikologis.

### 1. **Harapan dan Ekspektasi yang Berbeda**

– **Kaum Elit dan Intelektual:**

Kelompok intelektual dan elit sering kali memiliki harapan yang lebih spesifik dan tinggi terhadap seorang pemimpin. Mereka mungkin berharap Jokowi mampu melakukan reformasi yang lebih mendalam dalam sistem hukum, pendidikan, ekonomi, atau birokrasi. Ketika perubahan yang diharapkan tidak terjadi atau berjalan lambat, kekecewaan mereka lebih tajam. Mereka juga lebih sering melihat berbagai isu dari perspektif analitis, yang membuat mereka lebih kritis terhadap keputusan politik yang diambil oleh Jokowi.

– **Rakyat Jelata:**

Di sisi lain, rakyat jelata mungkin lebih fokus pada perubahan-perubahan nyata yang berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari mereka. Kebijakan seperti program bantuan sosial, subsidi, pembangunan infrastruktur, dan akses pelayanan kesehatan atau pendidikan yang lebih baik sering kali sangat dihargai oleh masyarakat kelas bawah. Jokowi, dengan citranya yang merakyat, dianggap sebagai sosok yang memahami dan memperjuangkan kepentingan rakyat kecil, sehingga mereka lebih memaafkan atau kurang kritis terhadap kekurangannya.

### 2. **Proses Pengambilan Keputusan dan Pandangan**

– **Kaum Elit dan Intelektual:**

Kaum elit cenderung lebih memahami dinamika politik dan proses pengambilan keputusan di tingkat yang lebih kompleks. Mereka menyadari bahwa kebijakan-kebijakan Jokowi mungkin dipengaruhi oleh kompromi politik, tekanan partai, atau kepentingan kelompok tertentu. Ketika mereka merasa bahwa Jokowi tidak cukup progresif atau dianggap terlalu pragmatis dalam kebijakannya, kritik yang keras muncul dari kelompok ini. Mereka cenderung mengharapkan lebih banyak reformasi struktural yang sulit diwujudkan dalam waktu singkat.

– **Rakyat Jelata:**

Sementara itu, rakyat jelata mungkin kurang terpapar pada analisis politik yang mendalam atau isu-isu struktural yang lebih abstrak. Mereka lebih menilai berdasarkan hasil langsung yang dirasakan, seperti pembangunan jalan, jembatan, atau kebijakan yang langsung bermanfaat bagi kehidupan mereka sehari-hari. Karena itu, mereka lebih menghargai Jokowi sebagai pemimpin yang memberikan hasil konkret dan jarang mengkritisi dinamika politik di balik kebijakan tersebut.

### 3. **Koneksi Emosional dan Personal**

– **Kaum Elit dan Intelektual:**

Dalam konteks intelektual dan elit, hubungan antara pemimpin dan pengikut lebih bersifat rasional dan didasarkan pada evaluasi kinerja. Ketika Jokowi tidak memenuhi standar yang diharapkan, hubungan tersebut cepat berubah dari dukungan menjadi penolakan. Di sisi lain, mereka juga lebih terpapar pada wacana global dan memiliki ekspektasi yang lebih tinggi terhadap demokrasi, hak asasi manusia, atau kebijakan ekonomi yang sejalan dengan pandangan mereka.

– **Rakyat Jelata:**

Bagi rakyat jelata, Jokowi sering dilihat sebagai “salah satu dari mereka.” Latar belakang Jokowi yang sederhana dan gaya hidupnya yang merakyat menciptakan koneksi emosional yang kuat. Rakyat merasa bahwa Jokowi mewakili mereka dan memiliki niat baik untuk membantu kehidupan mereka. Hubungan emosional ini sering kali membuat rakyat lebih loyal dan bersedia memaafkan kekurangan atau kegagalan pemimpinnya.

### 4. **Polarisasi dan Pengaruh Media**

– **Kaum Elit dan Intelektual:**

Kaum elit lebih banyak terpapar pada wacana kritis di media dan mungkin lebih sensitif terhadap isu-isu yang tidak selalu dirasakan oleh masyarakat umum, seperti masalah kebebasan berpendapat, HAM, atau konflik politik yang kompleks. Pengaruh media sosial dan diskusi intelektual sering memperkuat kekecewaan mereka, sehingga peralihan dari pendukung menjadi pembenci bisa terjadi dengan cepat.

– **Rakyat Jelata:**

Rakyat jelata mungkin lebih terpapar pada media yang memberikan informasi sederhana atau positif tentang Jokowi, seperti laporan tentang proyek infrastruktur, bantuan sosial, dan kunjungan kerjanya ke berbagai daerah. Media yang mengangkat pencapaian Jokowi ini cenderung memperkuat dukungan rakyat jelata terhadapnya, meskipun ada kritik dari kelompok elit.

### 5. **Persepsi Tentang Keadilan Sosial**

– **Kaum Elit dan Intelektual:**

Kelompok elit dan intelektual mungkin merasa bahwa kebijakan Jokowi tidak cukup progresif dalam hal redistribusi kekayaan, reformasi struktural, atau pemberdayaan ekonomi. Mereka mungkin berharap Jokowi dapat lebih adil dalam mendistribusikan sumber daya atau mengatasi ketidaksetaraan sosial-ekonomi. Jika harapan ini tidak terpenuhi, kekecewaan besar pun muncul.

– **Rakyat Jelata:**

Sebaliknya, rakyat jelata sering kali melihat Jokowi sebagai pemimpin yang peduli dengan mereka dan yang telah melakukan banyak hal untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kebijakan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah contoh yang dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Ini membuat rakyat kecil lebih bersikap sabar atau tidak terlalu kritis terhadap kelemahan Jokowi.

### KESIMPULAN :

Perbedaan sikap antara kaum intelektual/elit dan rakyat jelata terhadap Jokowi mencerminkan perbedaan dalam ekspektasi, prioritas, dan persepsi mengenai kepemimpinan. Kelompok elit cenderung lebih kritis karena harapan mereka yang lebih tinggi terhadap perubahan struktural yang mendalam, sedangkan rakyat jelata lebih menghargai hasil nyata dan koneksi emosional yang mereka rasakan dengan Jokowi. Kecintaan rakyat jelata terhadap Jokowi lebih didasarkan pada apa yang mereka anggap sebagai perhatian langsung dan nyata dari presiden terhadap kehidupan mereka.