ROMA 12:2 BAGI LANSIA

Pembaharuan Budi di Tengah Keterbatasan Usia: Perspektif Pastoral dan Filsafat Pikiran

Refleksi atas Roma 12:2 untuk Lansia dengan Keterbatasan Fisik

Saudara/i yang terkasih dalam Kristus, saat memasuki masa usia lanjut, kita sering berhadapan dengan kenyataan bahwa tubuh fisik kita tidak lagi berfungsi seperti dulu. Kekuatan berkurang, ingatan melambat, dan kemandirian pun terenggut. Di tengah proses ini, nasihat Rasul Paulus menjadi penuntun utama: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu…” (Roma 12:2).

Medan perang utama kita bukanlah di ranah fisik yang merosot, melainkan di ranah pikiran (mind). Filsafat Pikiran membantu kita mengidentifikasi dan mengubah pola pikir yang mengancam damai sejahtera kita.

 

I.Konformitas Duniawi: Menjadi Serupa dengan “Pola Kognitif” Ketidakrelevanan

1.Dalam konteks penuaan, “dunia ini” (the pattern of this world) mewakili nilai yang menempatkan produktivitas, kecepatan, dan kemandirian sebagai ukuran tunggal keberhargaan seseorang. Konformitas terjadi ketika lansia menerima pola kognitif yang merusak, yaitu perasaan tidak relevan atau menjadi beban.

Pengabaian Intensionalitas dan Identitas

2.Dunia mengajarkan bahwa jika Anda tidak bisa melakukan sesuatu, Anda tidak berharga. Ketika kemampuan fisik berkurang, pola kognitif ini secara otomatis mengarahkan pikiran pada kesedihan atas masa lalu.

3.Dalam Filsafat Pikiran, ini terkait dengan Intensionalitas—kemampuan pikiran untuk “mengarahkan diri” atau memfokuskan perhatiannya. Jika kita menyerah pada default state duniawi, pikiran kita akan mengarahkan intensionalitasnya pada:

3.1.Grief atas Diri Masa Lalu: Terus-menerus membandingkan diri yang sekarang dengan diri yang dulu (saat sehat dan produktif), yang hanya menghasilkan kepahitan.

3.2.Identifikasi Diri dengan Fungsi: Menganggap Identitas Pribadi (self) terikat pada kapasitas fisik atau memori.

4.Jika kita menyerah pada default state ini, kita membiarkan pikiran kita diprogram oleh logika keterbatasan, mengabaikan realitas rohani di mana nilai kita adalah anugerah, bukan kinerja.

 

II.Pembaharuan Budi: Mengganti Program Kognitif Kebergantungan

1.Perintah Paulus adalah untuk “berubahlah oleh pembaharuan budimu.” Ini adalah seruan untuk melakukan perubahan kognitif yang radikal: mengganti program yang fokus pada kehilangan dengan program yang fokus pada anugerah dan kehadiran.

Kognisi dan Kehendak Bebas

2.Proses ini adalah tindakan Kognisi (pemahaman dan pemrosesan informasi) yang dilakukan dengan kehendak bebas (free will) yang tersisa. Meskipun pilihan fisik terbatas, kebebasan terbesar—kebebasan untuk memilih sikap dan fokus—masih utuh. Pasien lansia dapat memilih untuk mengarahkan kembali intensionalitas mereka dari ratapan duniawi menuju kehendak Allah.

3.Ini dilakukan dengan:

  • Membongkar Premis Duniawi: Mengenali dan menolak pikiran-pikiran yang mengatakan, “Aku hanya beban sekarang,” atau “Tuhan tidak bisa lagi memakaiku.”
  • Menginstal Premis Injil: Menggantinya dengan premis yang benar: “Aku adalah imago Dei (gambar Allah), nilaiku abadi,” dan “Di dalam kelemahanlah kuasa Kristus menjadi sempurna (2 Korintus 12:9).”

4.Pembaharuan budi ini mengubah identitas pribadi seseorang. Diri (self) yang diperbarui memahami bahwa waktu senja adalah waktu pemurnian, bukan penyingkiran. Ini adalah wadah di mana karakter moral dikembangkan, dan peran kita berubah dari “orang yang melakukan” menjadi “orang yang berdoa dan mengasihi.”

 

III.. Mengelola Qualia: Memberi Makna pada Pengalaman Ketergantungan

1.Penderitaan kronis seperti nyeri sendi, kelelahan, atau ketidaknyamanan karena dibantu adalah Qualia—yaitu, pengalaman subjektif dan murni dirasakan dari rasa sakit dan keterbatasan. Filsafat Pikiran mengakui realitas qualia ini; Teologi Kristen memberi makna baru padanya.

Transformasi Makna Keterbatasan

2.Pembaharuan pikiran tidak selalu menghilangkan qualia fisik, tetapi mengubah makna yang kita berikan pada sensasi-sensasi ini.

2.1.Dunia: Menganggap qualia ketergantungan sebagai tanda kegagalan atau hal yang memalukan.

2.2.Injil: Memahami qualia ketergantungan sebagai kesempatan untuk mempraktikkan kerendahan hati dan mengajarkan kepada generasi berikutnya tentang kepasrahan dan kesetiaan hingga akhir.

3.Dengan mengarahkan kembali intensionalitas melalui qualia ini, lansia Kristen merangkul kelemahan mereka sebagai lahan pembaharuan ontologis (perubahan mendasar pada hakikat diri) yang sedang dikerjakan Roh Kudus. Tubuh mungkin menua dan melemah, tetapi pikiran dan jiwa menjadi semakin kuat dan jernih, mampu “menguji dan memastikan apa kehendak Allah yang baik, yang berkenan kepada-Nya, dan yang sempurna” melalui lensa pengalaman hidup yang kaya.

Note: Tolong juga diteruskan kepada para lansia (anggota keluarga, kenalan) agar menjadi berkat juga bagi mereka.