- BEDAH BUKU
JUDUL: ALLAH MENAHAN DIRI, TETAPI PANTANG BERDIAM DIRI
PENULIS: E.I.NUBAN TIMO
PENERBIT: BPK GUNUNG MULIA JAKARTA, 2015
Andreas A. Yewangoe
- Isi Buku
Buku ini terdiri dari 3 (tiga) bahagian besar.
Bahagian I terdiri dari 2 bab (Dogma Sebagai Pemberitaan Gereja; Dogma Tentang Allah). Ada kalimat menarik di sini: “Allah yang mengulang Diri-Nya tiga kali.”
Bahagian II berjudul, Allah Dalam Perjalanan Menjumpai Manusia, terdiri dari 2 bab (Dogma Tentang Peciptaan; Dogma Tentang Pendamaian).
Bahagian III berjudul, Dogma Tentang Penyelamatan, terdiri atas 2 bab (Sisi Subyektip Dari Karya Pendamaian; Dogma Tentang Hal-hal Terakhir).
Saya tidak akan membahas seluruh bab dalam buku ini. Saya hanya akan memberikan beberapa catatan:
- Tipe pembahasan ini adalah Trinitaris. Buku-buku dogmatika yang pernah diterbitkan di Indonesia, Dr. R. Sudarmo (Ikhtisar Dogmatika, bersifat Teosentris); Dr. Harun Hadiwijono (Iman Kristen, Teosentris/Trinitarian); G.C. van Niftrik/B.J. Boland (Dogmatika Masa Kini, Trinitarian). Berbeda dengan Sudarmo dan van Niftrik/Boland, Harun melakukan “dialog” dengan agama-agama yang ada di Indonesia.
- Penulis buku ini berusaha untuk “kontekstual”, tanpa mengabaikan warisan-warisan masa lampau. Berbagai persoalan aktual dikemukakan seperti misalnya persoalan korupsi (p.xxv) yang dilihatnya sebagai latar belakang pemaknaan baru etos kehidupan dari orang-orang yng menerima keselamatan dari Allah. Begitu juga dengan ritus-ritus makan bersama yang diragakan secara kasat-mata dalam berbagai liturgi keagamaan masyarakat pra-Kristen yang ada di Indonesia.
- Saya kira menarik juga penekanan penulis tentang dogmatika yang berbicara bukan saja tentang credenda tetapi juga agenda. Dogmatika bukan saja orthodoksi, tetapi juga orthopraksis (p.xxvi). Kecenderungan di Indonesia sekarang dalam kehidupan beragama adalah, adanya penghayatan iman tanpa etika (credenda tanpa agenda). Dari segi disiplin ilmu teologi biasanya keduanya dipilah sebagai “Sistimatika A” dan “Sistimatika B”, paling tidak menurut STT Jakarta, sedangkan istilah orthopraksis sangat lazim di kalangan para teolog pembebasan.