KUTIPAN KRITIK TERHADAP LAGU HALELUYAH COHEN
Charliston Panjaitan29 Juli 2016 19.59
Lagu sindiran atau ejekan kepada Daud yang telah menjadikan Betsyeba menjadi istrinya.
Leonard Norman Cohen, CC (lahir di Montreal, Quebec, Kanada, 21 September 1934; umur 81 tahun) adalah seorang penyair, novelis, dan penyanyi-pengarang lagu Kanada. KARIER MUSIKNYA PADA UMUMNYA DIBAYANG-BAYANGI OLEH KARYANYA SEBELUMNYA SEBAGAI SEORANG PENYAIR DAN NOVELIS, meskipun ia masih SECARA SPORADIS TETAP MENERBITKAN PUISINYA SETELAH IA BERHASIL MENEMBUS INDUSTRI MUSIK
Lagu-lagu Cohen seringkali berat secara emosi dan liriknya pun kompleks yang disebabkan oleh permainan kata puisi yang metaforis daripada aturan-aturan penulisan lagu yang lazim. Karyanya seringkali menjelajahi tema-tema AGAMA, KETERASINGAN, SEKS, dan HUBUNGAN ANTAR PRIBADI YANG RUWET.
Pada 2001, setelah LIMA TAHUN MENGASINGKAN DIRI SEBAGAI SEORANG BHIKKU BUDDHIS ZEN di Pusat Zen Mount Baldy, Cohen kembali ke musik dengan Ten New Songs, yang menampilkan pengaruh yang mendalam dari produsen dan ko-komponisnya Sharon Robinson. Dengan album ini, Cohen membuang cara pandang yang relatif ekstrovert, terlibat dan bahkan optimistik dari The Future (satu-satunya lagu yang politis dalam “The Land of Plenty” meninggalkan perintah yang keras untuk doa yang penuh harapan namun tanpa daya) untuk meratap dan mencoba menerima berbagai kehilangan yang dialaminya secara pribadi: mendekatnya maut dan hilangnya cinta, hal yang romantis, dan bahkan yang ilahi. Gaya musik Ten New Songs’ yang utuh (yang barangkali absen dari album Cohen sejak Recent Songs) banyak dipengaruhi oleh keterlibatan Robinson. Meskipun bukan album Cohen yang paling getir, ia dapat dikelompokkan sebagai albumnya yang paling melankolik.
Pada 1994, setelah sebuah tur untuk mempromisikan The Future, Cohen melakukan retret ke Pusat Zen Gunung Baldy dekat Los Angeles, dan memulai masa pengasingan yang kemudian berlangsung selama lima tahun di pusat itu.
Pada 1996, COHEN DITAHBISKAN SEBAGAI SEORANG BIARAWAN BUDDHIS ZEN RINZAI dan mengambil nama DHARMA JIKAN, yang berarti ‘dia yang membungkam’. Ia meninggalkan Gunung Baldy pada 1999
Dia hanya seorang PENYAIR YANG TIDAK JELAS KEPERCAYAANNYA KEPADA TUHAN dan PENCIPTA LAGU YANG PENUH NAFSU, bagaimana mungkin dia menciptakan lagu yang diilhamkan oleh Roh Allah sehingga memiliki urapan!? Tidak berbeda dengan isi hati dan otaknya, demikian juga yang tertuang di dalam lagu “Halelujah” ini.
Lagu yang hanya mengumbar nafsu dan kejatuhan seorang Daud dengan Batsyeba, maupun Simson dengan Delila. Sekali lagi saya tekankan, TIDAK ADA UNSUR KEROHANIANNYA SAMA SEKALI DI DALAMNYA! TIDAK ADA UNSUR MENGAGUNGKAN NAMA TUHAN SELAYAKNYA SEBUAH PUJIAN PENYEMBAHAN. Tetapi lebih mirip sebuah kuburan yang dilabur putih, yang membutakan banyak orang dan melihatnya sebagai sesuatu yang bersifat rohani, padahal duniawi. Yang membutakan mata rohani banyak orang yang tanpa disadari oleh mereka menjadi orang-orang bodoh yang turut menyanyikannya. Padahal lagu tsb sama sekali tidak membawa roh dari orang yang menyanyikannya masuk ke dalam hadirat Allah. Lagu ini hanya bermain di level jiwa manusia, dan sama sekali tidak bergerak di tingkat roh.
Apa bedanya lagu ini dengan lagu-lagu romantis duniawi yang sanggup membuat orang-orang meneteskan air mata jika dinyanyikan sepenuh hati. Ya, hanya sebatas itu, tapi tidak sanggup menaikkan level roh seseorang masuk ke dalam ruang maha kudus Allah melalui penyembahan. Bahkan seandainya saja roh mereka peka, maka roh mereka justru akan merasa jijik dengan lirik dalam lagu tsb.
SUMBER:
http://juliefisipuns.blogspot.co.nz/2011/08/hallelujah-tentang-kesetiaan.html