PEMUJA DAN PEMBENCI (SERI JOKOWI2)

Tulisan dibawah ini adalah  refleksi mengenai Jokowi menjelang akhir masa jabatannya sebagai Presiden. Tulisan ini dibuka dengan topik pertama: Pengkultusan Manusia. Topik kedua: Dari Pemuja Menjadi Pembenci.Topik ketiga: Rakyat Jelata Tetap Mencintai Jokowi. Topik keempat : Member vs Challenger. Topik Kelima Istilah yang lebih Netral. Topik Keenam : Mengapa Jokowi Dikritik? Topik Ketujuh: Opososi dan Pendukung Jokowi

PEMUJA MENJADI PEMBENCI 

PENDAHULUAN

Fenomena mengidolakan seseorang hingga akhirnya berbalik menjadi pembenci ketika ekspektasi tidak terpenuhi adalah fenomena psikologis dan sosiologis yang umum terjadi dalam berbagai konteks, termasuk dalam politik. Hal ini sering kali berkaitan dengan dinamika pengkultusan atau pengagungan berlebihan terhadap pemimpin, dimana dalam konteks Indonesia  mengenai  kasus Presiden Jokowi .

**Mengapa Sebagian Rakyat Mengkultuskan Presiden Jokowi:**

  1. **Harapan Tinggi Terhadap Perubahan:**

Ketika Jokowi pertama kali terpilih sebagai presiden, banyak rakyat Indonesia melihatnya sebagai figur baru yang sederhana, dekat dengan rakyat, dan mampu membawa perubahan signifikan. Harapan tinggi ini menimbulkan fenomena di mana banyak yang menganggap Jokowi sebagai sosok yang bisa menyelesaikan berbagai masalah bangsa.

  1. **Kepribadian dan Karisma:**

Jokowi dikenal dengan gaya kepemimpinan yang merakyat, sederhana, dan dekat dengan rakyat biasa. Gaya ini membuat banyak orang merasa terkoneksi secara emosional, memunculkan loyalitas yang kuat dan pengidolaan berlebihan. Di mata sebagian pendukungnya, Jokowi dilihat sebagai pemimpin yang “tidak bisa salah.”

  1. **Kesuksesan Awal dan Pencapaian:**

Pencapaian Jokowi pada masa awal kepemimpinannya, terutama dalam pembangunan infrastruktur dan reformasi birokrasi, memperkuat citra positifnya. Orang-orang mulai menaruh harapan besar bahwa Jokowi bisa menjadi “penyelamat” yang membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

**Mengapa Beberapa Pendukung Berbalik Menjadi Pembenci:**

  1. **Harapan yang Tidak Tercapai:**

Pengkultusan sering kali disertai dengan harapan yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Ketika Jokowi tidak bisa memenuhi seluruh aspirasi rakyat atau tidak mampu mengatasi semua masalah yang kompleks, terutama dalam bidang ekonomi atau kebijakan tertentu, sebagian pendukung merasa kecewa. Harapan yang tidak terpenuhi ini bisa dengan cepat berubah menjadi kekecewaan dan kebencian.

  1. **Ekspektasi Berlebihan dan Realitas Politik:**

Dalam dunia politik, keputusan dan kebijakan sering kali harus mempertimbangkan banyak faktor, yang bisa menyebabkan pemimpin seperti Jokowi tidak dapat memuaskan semua pihak. Bagi pendukung yang mengidolakan Jokowi sebagai sosok sempurna, ketika realitas politik tidak sesuai dengan ekspektasi, mereka merasa dikhianati.

  1. **Polarisasi dan Emosi dalam Politik:**

Di Indonesia, seperti di banyak negara lain, politik sering kali sangat emosional. Bagi pendukung yang awalnya mengidolakan Jokowi, ada keterikatan emosional yang kuat. Ketika Jokowi dinilai “gagal” atau tidak memenuhi aspirasi mereka, perasaan ini bisa berbalik menjadi kebencian yang emosional. Ini bisa kita lihat dalam berbagai gerakan yang sebelumnya mendukung Jokowi, tetapi berbalik menjadi sangat kritis atau bahkan menghujat.

  1. **Perubahan Arah Kebijakan:**

Beberapa keputusan atau kebijakan Jokowi yang dianggap tidak sesuai dengan harapan rakyat bisa menjadi pemicu kebencian. Misalnya, kebijakan ekonomi, penanganan pandemi, atau penegakan hukum yang dirasa tidak adil. Hal-hal ini menambah ketidakpuasan dari sebagian rakyat yang sebelumnya mengidolakan Jokowi.

**Dari Perspektif Teologi Kristen:**

Dalam pandangan Kristen, pengkultusan terhadap manusia, termasuk pemimpin politik, adalah tanda dari kecenderungan berdosa manusia yang mencari harapan dan penyelamatan di luar Tuhan. Ketika ekspektasi ditempatkan terlalu tinggi pada manusia, kekecewaan hampir tidak bisa dihindari karena manusia pada dasarnya terbatas dan tidak sempurna.

***Yesaya 2:22 mengingatkan kita, “Jangan berharap pada manusia, sebab dia hanya sekedar nafas, dan apa gunanya ia dihargai?” Ini menunjukkan bahwa pengkultusan manusia, termasuk pemimpin politik, tidak hanya salah dari segi spiritual, tetapi juga membawa risiko besar ketika harapan tersebut tidak terpenuhi.

**KESIMPULAN :**

Pengkultusan terhadap Presiden Jokowi, seperti fenomena serupa dalam politik di seluruh dunia, adalah hasil dari harapan yang berlebihan, keterikatan emosional, dan karisma pemimpin. Ketika harapan-harapan tersebut tidak terwujud, kekecewaan bisa berubah menjadi kebencian. Dari perspektif Kristen, ini mengingatkan kita bahwa hanya Tuhan yang layak dijadikan pusat harapan, karena Dia yang sempurna dan tidak akan mengecewakan.