Roma 12:2 berbunyi:
*”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”*
Dari sudut psikologi, ayat ini mengandung konsep yang relevan dengan proses **transformasi mental dan emosional**. Berikut beberapa poin analisis dari perspektif psikologi:
### 1. **Nonkonformitas dan Identitas Diri**
Roma 12:2 menyarankan agar tidak menjadi “serupa dengan dunia ini” — ini dapat dihubungkan dengan **konsep konformitas sosial** dalam psikologi, yaitu kecenderungan seseorang untuk mengikuti perilaku, nilai, atau pandangan kelompok. Psikologi sosial menunjukkan bahwa tekanan sosial sering memengaruhi perilaku dan sikap individu, terutama untuk memperoleh penerimaan dan persetujuan dari kelompok.
Namun, ayat ini mendorong **nonkonformitas**, yaitu memilih untuk tidak mengikuti arus budaya atau tekanan sosial yang mungkin tidak sejalan dengan kehendak Allah. Psikolog sering membahas pentingnya **otentisitas** dan **identitas diri** yang kuat agar seseorang dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai pribadi yang benar, bukan sekadar mengikuti mayoritas.
### 2. **Pembaharuan Pikiran: Cognitive Reappraisal**
Proses “berubah oleh pembaharuan budi” dalam Roma 12:2 bisa dilihat dalam konteks psikologi kognitif, khususnya **cognitive reappraisal** (penilaian ulang kognitif). Ini adalah salah satu strategi dalam **pengaturan emosi**, di mana seseorang mengubah cara mereka berpikir tentang situasi untuk menghasilkan respons emosional yang lebih sehat.
Ayat ini mengusulkan bahwa dengan pembaharuan pikiran—dengan perspektif yang sesuai dengan kehendak Allah—seseorang akan mampu mengatasi pengaruh negatif dunia dan mampu membedakan apa yang baik. Ini sejalan dengan terapi kognitif-behavioral (CBT) yang mengajarkan individu untuk mengenali dan menggantikan **pikiran-pikiran irasional** dengan pola pikir yang lebih positif dan realistis.
### 3. **Pengembangan Moral dan Kesadaran Diri**
Pembaharuan budi juga terkait dengan **pengembangan moral** dalam psikologi perkembangan, seperti yang dijelaskan oleh teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg. Pada tahap tertinggi, individu bertindak berdasarkan prinsip moral yang diyakini secara pribadi, yang melampaui aturan dan harapan sosial. Dalam konteks iman Kristen, ini adalah pencarian **kehendak Allah** sebagai standar moral tertinggi.
Proses ini juga memerlukan **kesadaran diri** (self-awareness) yang mendalam, di mana seseorang terus menguji dan memperbarui sikap, motivasi, dan tindakan mereka agar sesuai dengan standar ilahi. Dalam psikologi, kesadaran diri dianggap penting untuk pengembangan karakter dan pertumbuhan emosional.
### 4. **Pembaharuan sebagai Proses Berkelanjutan**
Dalam ayat ini, perubahan oleh pembaharuan pikiran adalah proses yang berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan **teori perubahan bertahap** (stages of change) dalam psikologi, yang mengakui bahwa perubahan perilaku atau pola pikir tidak terjadi secara instan, melainkan melalui tahapan seperti kesadaran, persiapan, tindakan, dan pemeliharaan. Pembaharuan pikiran adalah proses dinamis yang memerlukan ketekunan, refleksi diri, dan usaha berkelanjutan.
### 5. **Ketahanan Mental dan Resiliensi**
Berubah dan memperbaharui budi juga bisa dianggap sebagai bagian dari **resiliensi**, yaitu kemampuan untuk bangkit kembali dari situasi sulit atau tekanan eksternal. Roma 12:2 mendorong orang percaya untuk tidak larut dalam pola pikir duniawi yang sering membawa stres, kecemasan, atau keputusasaan. Dengan memiliki pola pikir yang diperbarui oleh kebenaran rohani, seseorang dapat lebih tahan menghadapi tantangan hidup dan mempertahankan ketenangan batin serta keseimbangan emosi.
### Kesimpulan
Roma 12:2 dari sudut psikologi mengajarkan pentingnya **nonkonformitas positif**, **pembaharuan mental yang sehat**, serta **pengaturan kognitif dan emosi**. Ini sejalan dengan berbagai konsep dalam psikologi modern, termasuk pengelolaan emosi, pertumbuhan moral, dan ketahanan mental. Pembaharuan budi bukan sekadar perubahan pikiran, melainkan transformasi terus-menerus yang memperkuat identitas diri, integritas moral, dan kemampuan individu untuk menghadapi dunia dengan perspektif yang lebih sehat dan spiritual.