Kini Paulus menempatkan nasihatnya kepada Timotius dalam perspektif sejarah. Zaman ketika Timotius melayani sudah merupakan zaman akhir. Meskipun dalam perikop sebelumnya ada harapan agar mereka yang tersesat bisa bertobat, Paulus menyatakan bahwa Timotius seyogyanya mengerti situasi yang terjadi: manusia akan menjadi tambah jahat dan pelayanan akan menjadi jauh lebih sulit. Manusia akan menjadi makin cinta diri, sombong, pemberontak, tidak tahu berterima kasih, tidak bisa mengendalikan diri, tidak menyukai yang baik, dst. Mereka tidak mengutamakan mengasihi Allah (Ul. 6:4-5), tetapi lebih mencintai kenikmatan pribadi.
Ciri-ciri tersebut di atas memang sebenarnya berlaku untuk manusia secara umum, tetapi secara khusus sangat mengena terhadap para lawan Timotius di Efesus. Paulus memperingatkan Timotius terhadap orang-orang yang memiliki religiositas atau kebaikan agamawi secara lahiriah belaka. Orang-orang macam ini mungkin dapat mengajar dengan baik, hidup rela menderita, tetapi sombong dan tidak mau hidupnya dikendalikan oleh Injil. Religiositas mereka yang palsu dengan demikian merupakan penyangkalan akan kuasa Allah yang sebetulnya merupakan sumber satu-satunya dari kesalehan. Kesalehan mereka adalah kesalahan karena terjadi bukan karena anugerah Allah! Timotius harus menghindari mereka.
Paulus meneruskan dengan memberikan contoh konkret tentang apa yang mereka lakukan. Mereka mempengaruhi wanita-wanita yang lemah imannya, yang kemungkinan kaya dan berpengaruh. Wanita-wanita ini mungkin memiliki dosa di masa lampau, dan mereka bisa membayar ajaran sesat tersebut untuk memberikan jalan keluar yang semu. Namun, kemudian wanita-wanita ini terjerat kembali dalam nafsu mereka dan akhirnya mereka tidak pernah berubah meskipun belajar banyak. Pikiran orang-orang yang menyesatkan dan disesatkan ini telah korup dan akan nyatalah kebodohan mereka.
Renungkan: Cermatilah hidup batiniah Anda. Kesalehan lahiriah, pelayanan, dan niat belajar tidak menjamin iman Anda!
PENDALAMAN AYAT
Wycliffe: 2Tim 3:1-9
1) Melawan Kemurtadan (3:1-9).
Menarik untuk dicatat bahwa perlawanan paling sengit akan datang dari kalangan yang memiliki suatu jenis kesalehan saja (ay. 5). 1. Hari-hari terakhir di sini mungkin tidak terbatas pada akhir zaman yang eskatologis tetapi mencakup juga serangan golongan Gnostik terhadap Gereja yang sedang berkembang ketika itu. 2. Mencintai dirinya sendiri di dalam bahasa Yunani merupakan satu kata dan di dalam Perjanjian Baru hanya dipakai di sini. Bahwa manusia dilukiskan sebagai mencintai diri sendiri pada awal bagian ini merupakan hal yang penting. Sesudahnya dikemukakan (hingga ay. 5) sebuah daftar dosa yang mengalir dari hati-hati yang tercemar yang mengasihi diri sendiri dan bukan mengasihi Allah. Sebagian besar kata sifat berikutnya terdiri atas dua bagian sehingga masing-masing merupakan sebuah kalimat yang dipadatkan, yang menggabungkan subjek dan predikat.
Hamba uang. Kata yang dipakai untuk orang Farisi (Luk. 16:14). Membual di dalam Perjanjian Baru hanya dipakai di sini dan di Roma 1:30. Menyombongkan diri juga dipakai di Roma 1:30, Yakobus 4:6 dan I Petrus 5:5. Pemfitnah hanya dipakai Paulus untuk dirinya sendiri di I Timotius 1:13. Berontak terhadap orang tua seperti di Roma 1:30 (bdg. Tit. 1:16; 3:3; Kis. 26:19). Tidak tahu berterima kasih di dalam Perjanjian Baru hanya dipakai di sini dan di Lukas 6:35, tetapi pengertiannya diungkapkan secara berbeda seperti di Roma 1:21. 3. Tidak tahu mengasihi seperti di Roma 1:31. Tidak mau berdamai seperti di Roma 1:31. Suka menjelekkan orang pada umumnya dipakai untuk Iblis selaku diabolos (bdg. Why. 12:10; juga di I Tim. 1:10; Tit. 2:3). 4. Berlagak tahu. Angkuh (I Tim. 3:6; 6:4). Semua ini adalah dosa-dosa yang timbul dari mengasihi diri sendiri dan sangat berbeda dengan orang-orang yang menuruti Allah.
SUMBER:
http://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=55&cha