PROVIDENSI ALLAH ATAS ORANG MISKIN DALAM PERJANJIAN LAMA 2

3.1.1 Providensi Allah Dalam Hukum Moral

Hukum moral diawali dengan pemyataan, “Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau, keluar dari tanah Mesir” (Kel. 20:2), oleh karena itu, “standar moral untuk memutuskan apa yang benar dan salah, baik dan jahat, ditetapkan berdasarkan kekudusan dari karakter Yahweh yang tanpa salah dan tidak bergeser, yaitu Allah orang Israel. Natur, atribut, karakter, dan kualitas-Nya membeTikan tolak ukur bagi semua keputusan etis”.[7]

Keluaran 22:21-27 dapat disebutkan sebagai wujud dari hukum moral yang secara khusus berbicara mengenai orang-orang yang tidak mampu. Indikasi terjelas mengenai hal ini dinyatakan dalam Keluaran 22:21, yaitu:

Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir. (TB LAI)

Pernyataan ini merupakan penegasan makna dari hukum moral dalam Keluaran 20:2. Tetapi hakikat dari Keluaran 22:21-27 adalah Allah telah menetapkan bahwa orang miskin (orang asing, janda dan anak yatim) agar jangan ditindas; karena jika demikian, Allah akan mendengarkan seruan mereka, serta murka dan penghukuman­Nya akan bangkit, karena Allah adalah pengasih.

Sementara karakter TUHAN (Yahweh-Adonay) yang kudus juga ditekankan bagi manusia seperti disebutkan dalam Imamat 19:2. Dan terkait dengan kudusnya hidup serta hubungannya dengan perlakuan yang semestinya atas orang miskin; Imamat 19:10 menegaskan:

Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu hams kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu. (TB LAI).

Tetapi selain itu ditekankan pula dalam Imamat 19:15, tentang:

Janganlah [kamu] <setiap orang Israel> berbuat curang dalam peradilan; janganlah [engkau] <setiap orang Israel> membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah [engkau] <setiap orangIsrael> terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi [engkau] <setiap orang Israel> harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran. (TB LAI).

Tetapi adapula yang dapat disebutkan sebagai bagian yang sarat dengan hukum moral, tetapi tidak ditetapkan Allah melalui perantaraan Musa adalah perihal penetapan hari raya Purim. Di mana melalui perantaraan Mordekhai ditetapkan hari raya Purim[8] sebagai perayaan atas diperolehnya keamanan orang Yahudi dari musuh­-musuhnya; suatu hari sukacita yang mewajibkan pemberian sedekah bagi orang miskin.

SUMBER: Providensi Allah Atas Orang Miskin Dalam Perjanjian Lama

Providensi Allah Atas Orang Miskin Dalam Perjanjian Lama